Presiden Afrila Selatan Cyril Ramaphosa terinfeksi Covid-19 setelah menunjukkan gejala. Dia mengingatkan agar warganya datang ke pusat vaksinasi untuk menghindari terpapar dengan gejala yang lebih berat.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
REUTERS/MIKE HUTCHINGS
Presiden China Xi Jinping berjalan dengan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa sebelum pertemuan mereka di Pretoria, Afrika Selatan, 24 Juli 2018.
CAPA TOWN, SENIN — Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dinyatakan positif terinfeksi Covid-19. Kini, dia tengah di rawat di fasilitas kesehatan di Cape Town. Untuk sementara, semua tugas kepresidenan akan dilimpahkan kepada Wakil Presiden David Mabuza.
Dalam pernyataan Kantor Kepresidenan Afrika Selatan, Minggu (12/12), Ramaphosa disebutkan mulai merasa tak sehat setelah memimpin upacara kenegaraan penghormatan kepada mantan Presiden Afsel FW De Klerk yang wafat per 11 November 2021. Ramaphosa baru-baru ini juga berkunjung ke empat negara di belahan barat Afrika.
Presiden dan rombongan, masih mengutip pernyataan Kantor Kepresidenan Afsel, telah menjalani tes reaksi rantai polimerase (PCR) di semua negara tujuan lawatan. Tes dilakukan pula saat tiba kembali di Cape Town. ”Hasil tes Presiden negatif sekembalinya ke Johannesburg pada 8 Desember lalu,” kata Kantor Kepresidenan.
Ramaphosa dalam pernyataan Kantor Kepresidenan itu juga menyatakan, gejala ringan yang dialaminya adalah sebuah peringatan tentang pentingnya vaksinasi lengkap dan kepatuhan pada protokol kesehatan sebagai tindakan pencegahan. Ramaphosa sudah mendapatkan vaksinasi penuh, dua dosis.
”Vaksinasi tetap menjadi perlindungan terbaik terhadap penyakit parah dan rawat inap,” kata pernyataan itu. Kantor Kepresidenan juga meminta orang-orang yang melakukan kontak langsung dengan Ramaphosa untuk waspada atau segera melakukan tes PCR.
AFP/PHILL MAGAKOE
Petugas kesehatan bersiap melakukan tes reaksi rantai polimerase (PCR) kepada salah seorang pelancong di Bandara Internasional OR Tambo di Johannesburg, Afrika Selatan, Minggu (27/11/2021). Sejumlah negara melarang penerbangan dari Afrika Selatan, Botswana, Eswatini, Lesotho, Namibia, Zambia, Mozambik, Malawi, dan Zimbabwe menyusul ditemukannya galur baru Covid-19 yang dinamai Omicron.
Pernyataan Kantor Kepresidenan Afsel tidak menjelaskan apakah Ramaphosa terpapar virus SARS-CoV-2 varian Delta atau Omicron. Meski sudah ditemukan di banyak negara, karakteristik Omicron belum sepenuhya jelas. Misalnya, apakah varian ini menyebabkan gejala yang lebih parah dibandingkan dengan Delta atau sebaliknya. Pertanyaan yang belum terjawab juga adalah sejauh mana varian ini bisa menghindari imunitas yang dibentuk oleh vaksin.
Regulator medis Uni Eropa, European Medicines Agency (EUMA), Kamis pekan lalu, menyatakan, gejala yang ditunjukkan kepada pasien terinfeksi Omicron lebih ringan dibandingkan dengan pasien terinfeksi Delta. Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan WHO yang juga menyatakan varian baru ini mengakibatkan gejala ringan pada pasien yang terinfeksi.
Walau begitu, Omicron telah menyebabkan kenaikan jumlah infeksi Covid-19 di Afrika. Berdasarkan data kantor WHO wilayah Afrika, 107.000 kasus infeksi tambahan dalam sepekan terakhir disebabkan oleh Omicron. Pekan sebelumnya, 55.000 kasus. Lonjakan jumlah terbesar, rata-rata 140 persen, terjadi di selatan benua itu.
WHO Afrika juga kembali mengulang seruannya agar dunia membantu ketersediaan vaksin di Afrika. Sejauh ini, baru 7,8 persen dari sekitar 1,2 miliar jiwa penduduk Afrika mendapatkan vaksinasi lengkap. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan dengan Benua Eropa atau Amerika Serikat yang sejak awal sudah memonopoli pembelian vaksin dari produsen-produsen dunia. Rata-rata, angka vaksinasi di negara Barat di atas 70 persen.
Penundaan terbesar dalam vaksinasi adalah Chad, Djibouti, dan Republik Demokratik Kongo. Hal itulah yang membuat WHO Afrika keberatan atas kebijakan penutupan pintu kedatangan bagi warga Afrika yang diterapkan di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
AP PHOTO/DENIS FARRELL
Penjaga stasiun pengisian bahan bakar berdiri di samping koran dengan tajuk utama tentang varian Omicron yang dipajang di Protoria, Afrika Selatan, Sabtu (27/11/2021).
Sementara itu, Pemerintah Austria pada awal pekan ini memutuskan mengakhiri kebijakan penguncian bagi warganya yang sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19 penuh di sebagian besar wilayah. Kebijakan penguncian terpaksa dilakukan di seluruh wilayah selama tiga pekan terakhir setelah negara itu mengalami lonjakan infeksi Covid-19.
Keputusan mengakhiri kebijakan penguncian, yang disesuaikan dengan situasi di setiap wilayah, memungkinkan pembukaan kembali teater, museum, dan tempat hiburan lainnya mulai Minggu (12/12/2021). Beberapa wilayah memutuskan membuka kembali restoran dan hotel pada hari yang sama. Namun, ada juga pemerintah daerah yang memutuskan menunggu hingga akhir bulan ini, melihat situasi pascaperayaan Natal.
Namun, secara umum, Pemerintah Austria membatasi kegiatan warga hanya sampai pukul 23.00. Protokol kesehatan, termasuk penggunaan masker, wajib di semua lokasi tanpa kecuali.
Kanselir Austria Karl Nehammer menyebut langkah itu sebagai kebijakan pembukaan dengan sabuk pengaman. Kebijakan itu memberi sembilan wilayah di Austria kekuasaan untuk melonggarkan atau memperkuat pembatasan situasional.
Kompas
Warga tengah menanti giliran untuk divaksinasi di sebuah bus yang disulap sebagai lokasi vaksinasi di Vienna, Austria, Senin (15/11/2021).
Kebijakan pembukaan penguncian itu tidak berlaku bagi warga yang tidak divaksinasi. Mereka harus tetap diam di rumah, kecuali pergi ke dokter, membeli bahan makanan, atau berolahraga.
Sejak dimulainya penguncian, jumlah kasus baru telah anjlok di negara kecil Alpen itu. Pada Jumat pekan lalu, Austria melaporkan 367,5 infeksi baru per 100.000 warga, turun dari 1.102,4 di hari pertama penguncian pada November. Namun, rawat inap akibat virus belum turun setajam penurunan jumlah kasus baru. Saat ini, 567 pasien Covid-19 dirawat di unit perawatan intensif di seluruh negeri, turun sedikit dari 572 pasien pada hari pertama penguncian bulan lalu.
Semua penduduk berusia 14 tahun ke atas harus divaksin atau akan dijatuhi denda senilai 3.600 euro atau Rp 57,4 juta.
Sebagai langkah pencegahan kemungkinan gelombang besar Covid-19 berikutnya, Pemerintah Austria memutuskan mewajibkan vaksin kepada semua penduduknya. Kebijakan ini akan diberlakukan mulai Februari 2022 mendatang. Semua penduduk berusia 14 tahun ke atas harus divaksin atau akan dijatuhi denda senilai 3.600 euro atau sekitar 4.000 dollar AS. Dalam rupiah, nilainya lebih-kurang Rp 57,4 juta. (AFP/AP)