Pesona dan Bahaya di Balik Gunung Semeru
Semeru, gunung tertinggi di Pulau Jawa menyimpan sejuta pesona keindahan. Namun, Semeru juga memiliki potensi bahaya awan pijar dari letusannya bagi masyarakat sekitar.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F12%2Fc50231f7-2c08-4b14-8923-f1454cbf70a8_jpg.jpg)
Awan panas terlihat saat erupsi Gunung Semeru di Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Selasa (7/12/2021). Warga masih diminta waspada terkait erupsi susulan. Ancaman banjir lahar hujan juga mengancam karena material vulkanik yang masih tertahan di punggung Semeru.
Keberadaan Gunung Semeru di satu sisi memberikan nilai lebih dari keindahan panorama alam dan tanah yang subur, tetapi di sisi lain juga menebar ancaman dari bencana banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, hingga letusan gunung. Sejumlah kejadian banjir dan tanah longsor yang memakan korban pernah terjadi di kawasan Gunung Semeru di Jawa Timur.
Bencana besar tercatat pada November 1976 menimpa dua kecamatan. Saat itu, 110 warga Kecamatan Candipura dan 8 warga Kecamatan Pronojiwa meninggal diterjang banjir lahar dingin Gunung Semeru. Bencana serupa berupa banjir dan tanah longsor juga terjadi pada Mei 1981 yang mengakibatkan 253 warga Sumbersari meninggal dunia.
Bencana lain yang muncul adalah kebakaran hutan seperti yang terjadi pada Agustus 1994. Kebakaran waktu itu menghanguskan 226 hektar hutan, 106 hektar di antaranya adalah hutan di rute pendakian Arcapada-Kalimati. Vegetasi hutan yang terbakar sebagian besar adalah pohon cemara gunung serta padang ilalang.
Kasus serupa juga terjadi pada September 2019 yang mengakibatkan jalur pendakian gunung ditutup. Kebakaran seluas 93,3 hektar tersebut terjadi di kawasan Arcopodo, Watu Pecah, Watu Rejeng, Ayek-Ayek, Pusung Gendero, Ranu Kumbolo, Pangonan Cilik, Oro-Oro Ombo, dan Watu Tulis.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F12%2F90d96a4c-17e5-4337-a4b5-7f515564efb4_jpg.jpg)
Tim SAR mengelilingi wilayah terdampak erupsi Gunung Semeru di Dusun Curah Koboan, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Senin (6/12/2021).
Kejadian lain yang mengakibatkan korban meninggal datang dari pendaki gunung. Sejak 1969-2014, setidaknya sudah 28 orang sudah meninggal saat mencoba menaklukkan Semeru (Kompas 5/11/2014).
Kondisi fisik yang prima dibutuhkan pendaki untuk menghadapi jalur pendakian yang rawan tiupan angin kencang, badai pasir, dan suhu udara yang cukup dingin dan longsoran. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi juga menyebutkan Gunung Semeru memiliki bahaya lain berupa lontaran batu pijar dan gas beracun.
Bahaya longsoran batu pernah menimpa seorang pendaki pada November 2014. Kejadian badai besar mengakibatkan batu-batu longsor yang menimpa sejumlah pendaki yang sedang beristirahat di Watu Gedhe dan mengakibatkan salah seorang pendaki meninggal dunia.
Bahaya lain yang tidak kalah mematikan adalah letusan Gunung Semeru seperti yang terjadi pada 4 Desember 2021. Erupsi yang diikuti guguran awan panas dengan jarak luncur 4 kilometer, serta banjir lahar karena hujan mengakibatkan 22 orang meninggal dan 27 orang hilang di Kecamatan Pronojiwo dan Candipuro, Senin (6/12/2021).

Pesona
Meski rentan terjadi bencana, Gunung Semeru yang terletak di Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, Jawa Timur, memiliki panorama alam yang indah. Salah satu yang cukup terkenal adalah kawasan pendakian gunung.
Tiap tahun tidak kurang 200.000-300.000 pendaki menjelajah gunung setinggi 3.676 meter ini dari Lumajang. Momen pendakian biasanya ramai menjelang pergantian tahun atau peringatan kemerdekaan 17 Agustus.
Jumlah pendaki tersebut bisa jadi lebih besar jumlahnya mengingat pintu masuk Semeru bisa diakses dari beberapa pos, yaitu Cemoro Lawang (Probolinggo), Wonokitri (Pasuruan), Ranu Pani (Lumajang), Tumpang (Malang), dan kantor Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (Malang).
Dari wilayah Lumajang saja, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lumajang mencatat ada 201.075 orang yang melakukan pendakian Gunung Semeru pada 2019. Jumlah tersebut berkurang dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada 2018, jumlah pendaki Gunung Semeru lebih banyak, yaitu 364.306 orang, sedang pada 2017 tercatat ada 222.488 orang.
Berkurangnya jumlah pendaki pada 2019 diakibatkan karena penutupan kawasan gunung setelah mengalami kebakaran seluas 93,3 hektar pada September 2019. Pandemi Covid-19 yang kemudian melanda Tanah Air sejak Maret 2020 juga berdampak pada berkurangnya jumlah pendaki pada 2020 karena kebijakan penutupan kawasan pendakian.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F01%2Fkompas_tark_1311961_119_0.jpeg)
Danau Ranu Kumbolo yang berada di jalur pendakian ke Puncak Gunung Semeru, di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Rabu (5/6/2013), seolah menjadi magnet tersendiri bagi para pendaki. Di danau seluas 8 hektar yang berada di ketinggian 2.390 meter dari permukaan laut inilah biasanya para pendaki beristirahat di tenda-tenda yang mereka bawa, sembari mempersiapkan diri menggapai Puncak Mahameru.
Di masa pandemi, kawasan pendakian Gunung Semeru baru dibuka kembali pada 1 Oktober 2020. Namun, kebijakan PPKM darurat pada Juli 2021 membuat kegiatan pendakian kembali ditutup.
Gunung Semeru memang memiliki magnet khusus bagi para pendaki. Selain sebagai gunung tertinggi di Jawa yang memberikan tantangan untuk ditaklukkan, pemandangan sepanjang jalur pendakian juga menjadi oase tersendiri bagi para pendaki.
Di sela-sela pendakian gunung, terbentang dua danau, yaitu Ranu Pani dan Ranu Kumbolo. Selepas Ranu Kumbolo, para pendaki akan meneruskan peziarahan melewati Oro-oro Ombo, padang rumput Cemoro Kandang, Kalimati, dan Arcapada sebelum mencapai Puncak Mahameru.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F04%2F9e6f634a-e2d9-42d2-9b6e-20f27813b633_jpg.jpg)
Gunung Semeru terlihat dari daerah Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (11/4/2021).
Selain pendakian dan danau, pesona lain di kawasan Gunung Semeru adalah air terjun. Salah satu yang terkenal adalah air terjun Tumpak Sewu di Desa Sidomoyo, Kecamatan Pronojiwo. Wisata alam yang banyak disebut-sebut sebagai ”Niagara” di tanah Jawa ini menawarkan eksotika air terjun dan dikunjungi 39.819 orang wisatawan pada 2019.
Obyek wisata serupa adalah air terjun Kabut Pelangi, air terjun Sumber Telu, air terjun Kapas Biru, dan Coban Sriti. Destinasi lain di wilayah Pronojoyo adalah wisata karst Goa Tetes.
Tempat wisata lain yang cukup banyak dikunjungi adalah Hutan Bambu di Desa Sumber Mujur, Kecamatan Candipuro. Desa wisata di kaki Gunung Semeru yang mudah diakses ini didatangi 206.305 pengunjung pada 2019. Destinasi favorit lainnya adalah pemandian Selokambang yang memiliki sumber mata air dari Gunung Semeru, kebun teh Kertowono, dan Pura Mandara Giri Semeru Agung.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F05%2F20120408DIA04.jpg)
Tumbuhan salvinia memenuhi lebih dari setengah luas Ranu Pani, danau di kaki Gunung Semeru, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Jumat (6/4/2012). Pertumbuhan masif tanaman ini mengancam keberadaan danau karena menyebabkan sedimentasi.
Awan pijar
Walau memesona, kewaspadaan akan bahaya erupsi Semeru tetap harus ditingkatkan terlebih setelah terjadinya letusan yang memakan korban cukup besar. Berdasarkan catatan Data Gunung Api Indonesia Dasar, Semeru pertama kali meletus pada 1818. Dari data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Gunung Semeru memiliki tipe strato dengan kubah lava. Gunung dengan Kawah Jonggring Seloko ini memiliki tipe letusan vulkanian dan strombolian.
Letusan tipe vulkanian punya karakter letusan eksplosif yang dapat menghancurkan kubah yang terbentuk sebelumnya. Sementara letusan strombolian biasanya diikuti oleh terjadinya aliran awan panas yang mengalir mengikuti bukaan kawah.
Sebelum letusan 4 Desember 2021, Semeru telah menunjukkan aktivitasnya sejak Maret 2020. Waktu itu awan panas meluncur sejauh 3 kilometer ke arah Kali Besuk Kembar dan Kali Besuk Bang. Guguran awan panas kembali muncul pada April 2020 mengarah ke Kali Besuk Bang. Pada periode Desember 2020-Januari 2021, awan panas kembali meluncur ke arah Besuk Kobokan, Sumber Mujur, dan Curah Kobokan.
Pola yang sama juga terekam dari aktivitas Semeru pada Februari 1994. Semburan awan panas disertai longsoran lava panas ke arah tenggara Gunung Semeru menuju Kali Besuk Kobokan. Dalam catatan Kompas, awan panas tersebut menerjang Dusun Sumbersari, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo. Akibatnya, empat warga tewas dan dua orang hilang. Sebanyak 275 jiwa warga Sumbersari mengungsi.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F03%2F3f26145e-b77b-4ba5-aea5-eeed5bed6f4b_jpg.jpg)
Aliran Sungai Besuk Sat yang dipenuhi material vulkanik Gunung Semeru, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Rabu (4/3/2020).
Aktivitas Gunung Semeru juga terjadi pada Desember 2001 dengan keluarnya awan panas dengan jarak luncur sekitar 8 kilometer. Sebanyak 512 warga Dusun Supit Wetan dan Dusun Rawa Baung, Kecamatan Pronojiwo, diungsikan.
Mencermati semburan awan panas saat kejadian erupsi-erupsi Semeru tersebut, tersirat karakter erupsi tipe Semeru yang membentuk gumpalan awan panas, membesar ke bawah, kemudian mengikuti garis lereng ke arah bukaan kawah.
Pakar geologi Universitas Padjadjaran, Bandung, Adjat Sudradjat, mengungkapkan bahaya yang paling menonjol dari letusan Semeru adalah awan pijar. Karena bentuk topografinya yang membuka ke arah selatan, awan pijar Semeru tidak selamanya diembus ke angkasa, melainkan meluncur ke lereng.
Awan pijar letusan ini bergerak dengan amat cepat, lebih kurang 100 km per jam dan mempunyai suhu tinggi hingga mencapai 1.000 derajat celsius. Jarak luncurnya bisa mencapai 15 kilometer dan dapat menerjang bukit sekali pun (Kompas 9/2/1994).
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F12%2Fe92eb8ac-b14b-49c7-8670-91e5aa2d089e_jpg.jpg)
Lava pijar keluar dari puncak Gunung Semeru di Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Senin (6/12/2021). Sejak sore lava pijar terus terlihat dari puncak Gunung Semeru.
Selain mempunyai kubah lava, Semeru juga menghasilkan lava yang dapat menimbulkan awan panas guguran. Awan panas lebih banyak terjadi di lembah Besuk Bang, Besuk Kembar, Besuk Kobokan, Kejar Kuningan, dan Kali Tunggeng, semuanya terletak di sektor tenggara.
Dari sifat-sifat Gunung Semeru di atas, paling tidak mitigasi bencana sudah dapat dilakukan dengan pemetaan daerah-daerah yang terancam bahaya. Terbukanya kawah gunung ke arah selatan dan kejadian luncuran awan panas yang banyak terjadi di sektor tenggara menimbulkan bahaya pada lokasi-lokasi di wilayah selatan dan tenggara gunung.
Baca juga : Karakteristik Erupsi Gunung Semeru adalah Awan Panas
Kondisi ini dapat menjadi bekal pencegahan seminimal mungkin korban jiwa dari bahaya letusan Semeru yang setiap saat mengintai warga Lumajang terutama yang tinggal di wilayah Pronojiwo dan Candipuro yang berada di lereng selatan hingga tenggara Gunung Semeru.
Terlebih, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah memperingatkan bahwa ancaman guguran awan panas Gunung Semeru saat ini belum berakhir. Penduduk sekitar gunung diimbau tidak beraktivitas dalam radius 5 kilometer dari bukaan kawah di sektor tenggara-selatan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Lembutnya Durian Mentega Lereng Gunung Semeru